Penggunaan Kata “Nol” dan “Kosong”

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nol dan kosong adalah dua kata yang berbeda. Nol adalah "bilangan yang dilambangkan dengan 0; tidak ada kenyataannya; tidak ada hasil", sedangkan kosong bermakna "tidak berisi; tidak berpenghuni; berongga; hampa".

Itu sebabnya nol dan kosong pada dua kalimat berikut ini tidak dapat dipertukarkan karana mengandung perbedaan makna:

  1. Janji-janji politikus umumnya nol besar.
  2. Mobil yang berhenti di halaman Mahkamah Konstitusi itu mengangkut peti-peti kosong.



Di sisi lain, dalam bahasa percakapan sehari-hari, orang sering menyebut bilangan 0 (nol) dengan kosong. Namun, tidak pernah sebaliknya: kosong disebut nol.

Kekeliruan seperti itu kerap ditemukan pada penyebutan nomor telefon. Pembawa acara kuis televisi misalnya, tak jarang ketika mengajak penonton ikut berpartisipasi dalam acara yang dia bawakan berkata, "Baik, line telefon akan kami buka di nomor kosong delapan kosong sembilan triple tiga kosong kosong tujuh." Percayalah, nomor telefon yang disebutkan itu sebenamya 0809333007.

Namun, di ranah matematika, nol sesungguhnya sama dengan kosong. Ini bisa dirunut dari asal muasal etimologi kata nol itu sendiri.

Bilangan nol yang kita kenal sekarang rnemiliki perjalanan yang cukup panjang. Perjalanan ini bisa kita telusuri dari asal katanya. Dalam bahasa Inggris, bilangan nol disebut zero. Kata zero ini berasal dari kata bahasa Italia, zefiro, yang diserap dari bahasa Arab, safira yang berarti kosong. Perujukan bahasa Inggris ke bahasa Italia, kemudian dari bahasa Italia ke bahasa Arab menunjukkan perjalanan konsep nol yang dibawa oleh Leonardo Pisano. Matematikawan Italia ini belajar bilangan Hindu-Arab ke Aljazair, kemudian menyebarkannya ke seantero Eropa. Jadi, ruang kosong yang sebelumnya digunakan untuk menyatakan bilangan nol itu berasal dari bahasa Arab.

Namun, jika ditelusuri lagi, konsep angka nol Arab safira (kosong) atau sifr (nol) itu sesungguhnya adalah terjemahan dari kata Sansekerta (India) nyayang berarti kosong atau hampa. Orang India memang lebih dulu menemukan angka nol ketimbang orang Arab.

Jauh sebelumnya, bangsa Yunani Kuno memakai penanda tempat kosong dalam deret bilangan. Dipelopori Ptolomeus, ahli algoritma, mereka memperkenalkan nol dengan bentuk 0 seperti saat ini pada 130 Masehi.

Pada Abad ke-7, Brahmagupta seorang matematikawan India memperkenalkan beberapa sifat bilangan nol. Sifat-sifat itu adalah suatu bilangan bila dijumlahkan dengan nol adalah tetap, sedangkan sebuah bilangan bila dikalikan dengan nol akan menjadi nol. Akan, tetapi, Brahmagupta menemui kesulitan dan cenderung tersesat ke arah yang salah, ketika berhadapan dengan pembagian oleh bilangan nol.

Hal ini terus menjadi topik penelitian pada saat itu, bahkan sampai dua abad kemudian. Pada tahun 830, matematikawan India lainnya, Mahavira, mempertegas kesimpulan Brahmagupta. Dia bahkan menyatakan bahwa "sebuah bilangan dibagi oleh nol adalah tetap". Tentu saja ini salah.

Gagasan para matematikawan India selanjutnya dipelajari dan dikembangkan oleh para matematikawan Muslim. Ilmuwan Persia Abad ke-9, Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi yang dikenal sebagai "Bapak Aljabar" berkat bukunya, Kitab al-Jabr, yang menjadi acuan para ilmuwan Eropa, adalah yang pertama kali memperkenalkan penggunaan bilangan nol sebagai nilai tempat dalam basis sepuluh yang melibatkan bilangan 0,1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Sistem ini disebut sebagai sistern bilangan desimal.

Sistem ini revolusioner dalam hal ia rnemiliki angka nol dan notasi posisional. Itu dianggap sebagai tonggak penting dalam pengembangan matematika. Pentingnya penemuan angka nol menggugah Al-Khawarizmi untuk menciptakan seri lukisan 0, 0, 0.

Ilmu angka adalah alat, sarana untuk mencapai sesuatu. Di Eropa, ketika desimal nol Hindu dan matematika baru yang dimungkinkan olehnya menyebar dari dunia Arab, kata-kata yang memiliki akar kata sifr (seperti cypher yang berarti kode atau kunci rahasia) merujuk bukan hanya pada perhitungan, tetapi juga pada pengetahuan yang diluhurkan.

Oleh karena itu, terlepas dari perbedaan konsep makna angka nol dan kata kosong dalam matematika dan bahasa, kedua kata itu sesungguhnya memperkaya bahasa Indonesia dan tecermin dalam karya sastra kita. Arifin C Noer menulis sebuah lakon berjudul RT 0 RW 0, sedangkan Hudan Hidayat dan Mariana Amiruddin berduet menulis sebuah novel filsafat bertajuk Tuan dan Nona Kosong.

Bisa jadi, suatu kali Tuan dan Nona Kosong yang tinggal di RT O/RW 0 menelefon ke nomor 0809333007 untuk mengikuti kuis televisi berhadiah satu miliar (dengan sembilan angka nol), tetapi berakhir nihil tanpa menggondol hadiah. Siapa tahu? [Anton Kurnia/PRM 07/12/2014]
Oldest